Harian Umum Rakyat Sumbar Hadirkan
Cerbung Berbahasa Minang:
Disaat
wabah Virus Corona merajalela, sebuah terobosan dilakukan Harian Umum Rakyat
Sumbar. Direncanakan, Senin (13/4) mendatang, sebuah rubrik baru dihadirkan untuk
memanjakan pembaca. Cerita bersambung (Cerbung) berbahasa Minang. Judulnya,
Indak Talok Den Kanai Ati.
“Harapan
kami, semoga cerita bersambung ini bisa menjadi bacaan alternatif bagi pembaca
dan pelanggan,” kata Jhon Kenedy, Redaktur Pelaksana Harian Umum Rakyat Sumbar,
saat rapat redaksi secara online dengan tim kerjanya, kemarin.
Cerita
bersambung ini, sebenarnya berupa novel.
Semula akan diterbitkan dalam bentuk buku. Proses penerbitannya sedang digarap,
namun dalam diskusi tim redaksi, akhirnya sang penulis, Firdaus Abie,
menyerahkan novel tersebut dimuat terlebih dahulu dalam bentuk cerita
bersambung.
Kata
Jhon Kenedy, sang penulis tak kuatir terhadap karyanya tersebut. Sekali pun
sudah dimuat dalam bentuk cerita bersambung, namun ia tetap optimis, ketika
dicetak jadi buku akan tetap ada yang mencarinya.
“Masing-masing
ada pasarnya,” kata Firdaus Abie, yang juga General Manager dan Pemimpin
Redaksi Harian Umum Rakyat Sumbar.
Firdaus
Abie kemudian “membocorkan” naskahnya. Cerita yang ditulisnya, selesai tahun
lalu. Ia menggarap naskah tersebut disela-sela kesibukan hariannya di Harian
Umum Rakyat Sumbar.
“Butuh
waktu tiga tahun untuk menyelesaikannya,” kata Firdaus Abie, yang juga seorang
pegiat literasi.
Ketika
merencanakan dan memulainya tahun 2016. Belum tuntas naskahnya ditulis, ia
dihadapkan pada kesibukan harian, sehingga naskahnya sempat terbengkalai. Digarap
lagi, terbengkalai lagi. Begitu selalu. Akhirnya baru selesai, November 2019.
Cerita
bersambung ini memiliki setting remaja. Seorang anak yang mulanya dipandang
sebelah mata oleh lingkungannya, justru termotivasi untuk membuktikan bahwa
pandangan tersebut keliru. Ia jadikan gangguan tersebut sebagai ujian, lalu
berlari untuk terus mengejar mimpiannya.
Kisah dibangun dengan menggabungkan kritik sosial
dalam persahabatan dan keirian, memandang sesuatu sebelah mata, ada sikap egois
dan keculasan di dunia pendidikan. Tak selamanya dunia pendidikan mendukung keberhasilan anak didiknya secara
sempurna. Anak-anak berprestasi, apalagi
jika berprestasi non-akademik, cenderung dianggap telah mengabaikan hakikat
pendidikan sesungguhnya. Pergulatan itu harus dilawan seorang anak lelaki dari
keluarga kurang mampu.
Firdaus
Abie menyebutkan, bahasa yang dipakai dalam kisah tersebut adalah bahasa Minang
yang dipakai sehari-hari di Padang. Sekali-sekali disela oleh bahasa Minang sehari-hari
rang Pariaman. Ada juga bahasa Minang dari daerah lain di Sumbar.
“Bacampua
aduak se-nyo,” kata Firdaus Abie, penulis novel Cincin Kelopak Mawar.
Perihal
ide melahirkan novel berbahasa Minang, katanya, bermula dari keisengannya
mengisi hari luang. Saat senggang, ia
membuka cadangan naskahnya. Ketika itu, beberapa bulan sebelumnya, ia baru saja
menyelesaikan sebuah novel, namun belum dicetak. Ia kemudian iseng mengalihbahasakan
satu paragraf ke bahasa Minang. Setelah itu dua paragraf, tiga paragraf hingga
tak disadarinya selesai satu judul naskah. Setelah itu, ia dilanjutkannya
hingga tuntas.
Ia pernah
menulis Cerpen, dialognya ditulis dalam bahasa Minang. Cerpen itu, ditulis tahun 2007, lalu diikutkan pada Sayembara
Cerpen A.A Navis Award, kerjasama UNP dengan
Deakin University, sebuah
universitas negeri di Victoria, Australia. Semua dialog ditulis dalam
bahasa Minang. Cerpen berjudul “Cincin Kelopak Mawar” tersebut ditetapkan oleh
juri sebagai Juara II. Belakangan,
Cerpen tersebut dikembangkan menjadi sebuah novel. Judulnya tak berubah. Dialognya
tetap menggunakan bahasa Minang. *
No comments:
Post a Comment